Jumat, 18 Oktober 2013

Tulisan Reza

"Engkau selalu cantik dimataku. Terlebih saat berjilbab putih itu."

Tersontak aku kaget bukan kepalang. Aku coba mempertahankan posisi tegapku dengan mata yang terus mencari lanjutan kaliamat di surat yang aku baca.

"Kei, maafkan aku yang selalu mencercamu dari pertama kita bertemu. Itu kulakukan semata-mata agar kamu sadar kehadiraku disini. Aku ada disini Kei. Aku sudah kehabisan cara, semua sikap konyol sudah aku tampakkan. Kau tahu, kejahilanku selama ini hanya ingin agar kamu sadar kehadiranku disini. Entahlah, bahkan meskipun semua itu telah aku lakukan, menoleh kehadapanku pun tidak. Hingga akhirnya aku putuskan  bersekongkol dengan mereka untuk memfitnahmu. Aku tidak benci Kei. Harapanku masih sama. Aku hanya ingin kamu sadar aku ada disini. Meski dengan cara gila seperti itu. Tapi syukurlah..."

Lanjutnya "ternyata matamu bisa aku buka dengan cara ini. Aku selalu sedih saat melihatmu terus-menerus mengaharapkan lelaki itu. Bahkan aku tidak bisa membayangkan perasaanmu saat mendengar cerita lelaki yang kamu cintai itu dengan wanita lain. Bangunlah Kei. Lupakanlah dia. Hatimu terlalu suci hanya untuk mengaharapkan dia. Aku ada disini Kei. Aku mencintaimu...."

Aku buka halaman selanjutnya...

"Tidak. Aku tidak memintamu untuk menerima cinta ini. Aku tau, segala fitnah yang aku luncurkan padamu bahkan menyimpan dendam padaku. Maaf.  Hanya itu yang bisa aku lakukan. Engkau baik-baik saja ya di Kota Baru mu nanti."

Yang selalu mencintaimu

Reza

Aku sudah terduduk sempurna di kursi taman sekolah setelah membaca akhir dari suratnya. Mataku mulai mengucurkan airnya. Lebih tepatnya ini bukanlah surat. Reza menulisnya sendiri di Binder ku. Aku menyesal tadi memaki Reza karena telah menyembunyikan binderku. Teman-teman mengerumuni dan berebutan ingin membaca tulisan Reza. Tapi aku tutup. Cukup, tentang perasaan Reza biarlah aku saja yang tau. Satu hal yang baru kusadari saat ini adalah aku terlalu sibuk dengan diriku sendiri, dengan apa yang aku mau, apa yang aku ingin miliki, dan apa yang aku cintai. Lelaki ini, Reza, bahkan dia baru 'serasa' nampak dihadapanku saat dia memfitnahku keji. Aku baru sadar, sikap konyolnya -yang menurutku berlebihan- ternyata punya maksud yang tersembunyi. Sedangkan, si Riadi, lelaki yang selalu aku kejar, justru mencintai wanita lain yang baru saja hadir di kehidupannya. Reza memberiku banyak pelajaran penting. Kita boleh fokus pada satu hal, kita boleh hanya mencintai satu orang. Tapi jangan tutup mata kita dari semua hal tentang itu.

Minggu, 25 Agustus 2013

Rasa Sesak Yang Salah



“Cepeeeet dek, aduh kok jalannya lambat banget kayak putri aja”

Perkataan itu terus berulang diucapkan kakak tingkat (kating). Aku lari tergopoh-gopoh membawa tas yang isinya udah seperti rumah. Aku menghampiri kating perempuan.

“Kak, sebelum pulang kita shalat dulu kan?”  Tanyaku penuh harap.
“Lho dek kenapa tadi belum shalat bareng temannya?”
“Belum ada waktu disuruh kating shalat kak”
“Iya memang belum rahma” Kata kating perempuan disebelahnya.

Mereka diam. Lalu berlalu dari hadapanku. Mereka bertanya pada kating lelaki itu. Iya lelaki itu. Lelaki yang dari awal bertemu saat TM ospek, yang sama sekali belum berbicara padaku dari kami tatap muka tapi ada sesuatu yang ‘nyees’ hinggap disini.

“Putra, adik ini belum shalat, yang lain juga pada belum, gimana?”
“Ya udah kalau gitu shalat dulu aja.”

Alhamdulillah. Aku ada waktu shalat. Aku bergegas secepat mungkin. Jam di tanganku sudah pukul 16.45. Saat aku mau ambil wudhu,

“Deek, ke bis dulu aja. Shalatnya nanti aja,nanti kalian kemalaman nyampe bukit ”  Teriak kak Putra.

Tersontak aku kaget. Mukaku langsung kusut. Aku beringsut mengambil tas yang kusenderkan di dinding mushola dan menemui kakak itu lagi.

“Memang sempat kami shalat dibukit kak?”
“Sempat kok, sudah masuk dulu aja.”
“Hmm kalau Trans Musi jam segini masih ada kak? Atau Bis gitu? Saya ditinggal aja kak, mau shalat dulu. Gak papa kok”
“Gak ada adeek, udah pada pulang semua jam segini. Lagian juga banyak bis yang dicharter sama Mahasiswa yang lain, jadi mungkin gak ada lagi. Sudah masuk aja gih.”

Aku memasuki bis. Pikirku jika dari Layo ke Bukit satu jam, mungkin aku bisa shalat ashar disana. Aku masuk bis. Berbicara ceria dengan teman sebelahku sambil menunggu bis ini berjalan. Lima belas menit berlalu. Aku gelisah. Hei bis ini belum jalan dari tadi. Apa yang sebenarnya kami tunggu? Aku menyondongkan kepalaku melihat keluar pintu bis, ternyata ada antrian WC disana. Tiba-tiba air memenuhi kedua mataku. Belum keluar. Hanya seperti mata yang berkaa-kaca. Saat aku mau bertanya lagi “Apakah kami boleh shalat?” , mesin bis nyala. Aku makin gelisah. Aku terduduk di kursi paling belakang bis yang muat lima orang. Tak terasa air mata itu keluar juga.

Oh Rabbi bagaimana kalau-kalau bis ini kecelakaan di tengah jalan dan aku dalam keadaan belum shalat?

Menganak sungailah air mata ini. Terbitlah semua memori kenikmatan yang Allah berikan padaku sampai saat ini. Teman disebelahku pun merasakannya. Bedanya, ia tidak menangis, hanya gelisah. Aku bertanya pada teman-temanku di bis ‘apakah mereka sudah shalat?’. Jawabanya SUDAH, tapi di Jamak dengan shalat Zuhur tadi. Aku tetap tidak setuju. Jamak hanya dilakukan jika jarak perjalanan >80 km sedangkan dari Indralaya ke Bukit hanya 30-an km.
 Mereka berdalih “gak papa kok, daripada gak shalat kan?”
“Bukan masalah mending shalat apa kagaknya. Ini Fiqh shalat bung. Ada aturan dalam beribadah.” Teriakku di dalam hati.

 Bis itu akhirnya jalan juga. Pukul 17.00. Kalau saja aku ‘diperbolehkan’ shalat dulu, mungkin jam segini aku sudah selesai shalat dan bisa tenang di perjalanan, tidak menangis dan gelisah seperti ini.

“Sudaah Keisha jangan nangis lagi ya, kita pikirin bareng-bareng gimana jalan keluarnya”  hibur teman sebelah kananku, Najwa.

Aku hapus airmataku dengan tissu yang diberikan temanku. Aku melihat kak Putra berdiri di depan pintu bis. Dia melihat kearah kursi yang kududuki, baru terisi 4 orang sedangkan satu-satunya yang berdiri hanya dia didalam bis. Lalu ia menegurku,

“Dek, kakak boleh duduk disini?”
“Hmm boleh kak, silahkan”
Jawabku penuh ragu dan aku berpindah agak menggeser keteman sebelah kananku.

Tampaknya kak Putra membaca secara jelas ketidaksukaanku kalau dia duduk tepat disamping kiriku. Selain itu juga ia mungkin kurang nyaman jika harus duduk disebelah perempuan jilbab panjang sepertiku. Dia lalu menegur teman sebelah paling kiriku, namanya Rahmi.

“Adek, boleh kalau adek (rahmi) duduk dekat adik ini (aku maksudnya) ? Kakak biar duduk diujung ”
“Maaf kak, Rahmi sudah pw disini. Dekat pintu bis jadi banyak angin hehe” Jawab Rahmi sopan.
 “Oh ya sudah kalau gitu, misi ya dek”  balas kak Putra.

Rabii, cobaan apa lagi ini? Baru saja aku gelisah setengah mati kalau-kalau aku tidak sempat shalat di Bukit, tiba tiba lelaki yang buat aku ‘nyees’ ini duduk di sebelahku, tepat sekali. Sampai-sampai rok ku bersentuhan dengan celana jeansnya. Oh tidak, entah ini menjadi perjalanan indah atau justru terburuk yang akan aku alami. Aku meringis didalam hati.


Setengah jam berlalu. Najwa menanyainya beberapa hal. Kak Putra dan Najwa saling ngobrol dan aku berada tepat ditengahnya. Hanya sebagai penonton. Aku juga tidak mau angkat bicara karena memang mood ku sedang tidak enak saat itu, mungkin pengaruh gelisah karena belum shalat. Kak Putra tiba-tiba menanyai Najwa seperti ini,

“Najwa pulang kemana?”
“Ke Kertapati kak.”
“Jadi nanti langsung bisa turun yaa karena kan kita ngelewatin”
“Iya memang seharusnya bisa, tapi kak aku belum ngambil baju ungu fakultas”
“Oh iya ya. Ya sudah kalau gitu. Kalau adek pulangnya kemana?”  Lontaran pertanyaan kak Putra ini buat aku kaget. Sungguh. Aku yang daritadi dianggap patung akhirnya diajak ngomong.
“Arah bandara kak” Jawabku singkat.
“Ooo gitu. Oh ya dek besok-besok kalau mau shalat izin aja langsung sama katingnya ya jam 15.30. Ntar kalau dak dibolehin katingnya shalat, bilang aja sama kak Putra. Kalau sampai adek udah izin tapi tetap gak dibolehin, itu benar-benar keterlaluan. Jangan tunggu kami suruh ya”  Balasnya panjang, tapi ngena dihati. ‘Nyees’ itu makin menjadi, hei kak Putra pasti muslim yang taat sampai-sampai ia tahu jam shalat Ashar itu tepat 15.30.
“Iya kak” balasku yang (masih saja) pendek. Padahal jujur saat itu aku ingin sekali ngobrol panjang lebar dengannya. Tapi rasa maluku menahanya, aku malu jika harus ngobrol dengan kak Putra. Alhamdulillah rasa malu itu masih ada ternyata.

Obrolan kami bertiga, aku, Kak Putra, dan Najwa berhenti. Kak Putra meraih topi merah dan headshet di dalam tasnya. Ia memakai keduanya, topinya dibalik. Ia lalu bersender di kursi bis. Ia tertidur. Kepalanya jatuh bersender dipundak Rahmi dan Rahmi hanya diam saja. Lalu ia tersadar. Dan tidak berapa lama kemudian, kepalanya jatuh di pundakku. Sontak aku kaget. Sebelum mengenai kepalaku, badanku kutegapkan. Bagiku sekali prinsip tetap prinsip. Duduk bersebelahan dengannya karena situasi terjepit bagiku gakpapa, tapi kalau sudah ‘memberikan’ pundak pada lelaki itu, aku tidak mau. Meskipun itu kak Putra, ya meskipun itu Kak Putra.

Ia pun terbangun dan sadar bahwa aku risih dengan keadaan itu. Ia berusaha menegakkan kepalanya bersender lurus di kursi, tidak jatuh kekiri apalagi ke kanan. Setelah memastikan itu semua, ia tertidur lagi. Aku sebenarnya bisa menatap wajahnya saat itu. Tapi lagi-lagi naluri ku berkata jangan.
“Hei Keisha, dia bukan halal untukmu. Tundukin tuh pandangan “

Jam menunjukkan pukul 17.50. Sudah mau habis waktu ashar tapi masih saja tanda-tanda sampai ke bukit sama sekali belum kelihatan. Yang aku lihat hanyalah padang padi yang hijau. Tidak ada tanda-tanda mau masuk kota. Aku mengambil inisiatif, aku memutuskan untuk shalat di dalam bis sambil duduk dan bertayyamum. Diikuti oleh ketiga temanku. Kak Putra masih saja tidur. Syukurlah, semoga dia tidak bangun saat aku sedang shalat. Aku takut menganggunya, dia pasti sangat lelah menjadi panitia ospek ini. Aku bertayyamum diikuti ketiga temanku dan mencoba mengatur jarak agak sedikit jauh dari Kak Putra.

Rabbi, maafkan aku yang shalat dalam keadaan seperti ini. Aku berjanji besok tidak akan aku ulangi. Terimalah shalat ini.

Sampailah aku pada rakaat ke 4. Saat mau bangkit dari sujud, kepalaku mengenai sesuatu dibelakang kursiku. Aku sadar punggungku mengenai kepala Kak Putra yang tidak sengaja jatuh lagi ke kanan. Aku merasa aku sudah membangunkannya. Tapi aku coba tidak pedulikan dulu. Aku masih punya satu rakaat yang harus kuselesaikan.

Shalatku akhirnya selesai. Saat aku bertasbih, aku iseng hanya sekedar menatap tangan kak Putra. Memastikan apa dia bangun saat terkena punggungku tadi. Tangannya bermain. Jempolnya saling tindih berganti. Tepat, ia terbangun saat aku menyelesaikan shalat di rakaat keempat. Aku jadi tidak keenakan. Tapi gakpapalah. Setidaknya itu bisa jadi bahan evaluasi untuk memberikan waktu shalat ke adik-adiknya, masak sampai setega itu melihat adiknya shalat di bis yang terus bergoyang? Aku dapat memastikan, selain kak Putra yang melihatku shalat, empat kating yang duduk didepan juga melihatku shalat. Dan aku yakin juga, jika memang dia Muslim, hatinya pasti terenyuh.

Alhamdulillah setelah perjalanan panjang, aku tiba dirumah. Aku rebahkan sebentar badanku yang rasanya hanya tinggal tulang saja. Daging, lemak beserta air mineral sudah habis terkuras saat ospek tadi.
Setelah aku shalat, aku ingat tugas yang diberikan katingku. Mencari kakak asuh. Mencari kating yang belakang NIM nya sama dengaku di angkatan 2011 kampus Paelmbang. Tidak susah aku menemukan kakak asuh ku, alhamdulillah dia perempuan, berjilbab pula. Namanya kak Oktaviani. Tapi wajah kakak ini belum pernah aku lihat di deretan panitia yang hadir selama kami ospek. Langsung terbesit sesuatu entah kenapa aku tiba-tiba kepikiran lelaki itu. Iya aku kepikiran Kak Putra. Aku ‘iseng’ search nama dia di list Mahasiswa Kampus Indralaya tahun 2011. Yes Ketemu. Aku langsung mengklik fotonya, mengetahui identitas aslinya. Aku penasaran dari mana ia berasal.

Aku terpaku di layar monitor. Mataku rasanya ingin keluar. Hatiku mau meleleh. Mukaku benar-benar heran. Satu kenyataan yang sampai saat ini belum bisa aku terima ialah ternyata Kak Putra beragama Protestan. Non Muslim. Aku telah tertipu dengan wajah ke’islam’annya, aku telah tertipu dengan pengetahuannya yang tahu waktu tepat shalat Ashar, aku tertipu dengan kebaikan hatinya. Dan hingga saati ini, rasa ‘nyeees’ ini kunamai ‘Rasa Sesak yang Salah’

Kamis, 14 Februari 2013

layaknya Utsman bin Affan :')

Siapa yang tidak kenal Utsman bin Affan ?
Lelaki lembut, pemalu, berbudi luhur, sahabat Nabi Muhammad saw, kaya raya, dan dermawan

Aku mengenal nya sedikit (mungkin hanya seujung kuku) dari cerita dosenku, hanya sedikit dan mampu membuat air mataku menganak sungai. Lelaki baik seperti dirinya, Allah wafatkan dirinya di tangan sekelompok orang karena fitnah yang keji menimpa dirinya. Ya, Utsman dituduh telah melakukan Nepotisme karena mengangkat seluruh keluarganya menjadi pejabat negara.
Bagaimana mungkin, lelaki yang telah Allah jamin surga untuknya, bisa-bisanya melakukan tindakan sepicik itu ?
Bagaimana mungkin, lelaki sholeh nan pemalu ini, bisa-bisanya melakukan tindakan yang memalukan seperti itu?

Tapi begitulah, ketika setan telah menjelma menjadi manusia, maka hal yang buruk pun mampu dibungkus sedemikian rapatnya hingga terlihat indah.

Dan kalian tau apa yang membuatku menangis saat itu?

Utsman yang saat itu dikepung oleh sekelompok orang yang berambisi membunuhnya, hendak dibantu Ali bin Abi Thalib beserta pasukan yang jumlahnya 5 kali lipat dari sekelompok orang yang mengepun Utsman.

Dengan suara meninggi, ia berkata :

"Yang mereka inginkan adalah aku. Hanya aku. Aku tidak mau karena aku mereka berkorban untukku. Nyawa mereka berharga. Jikapun aku kalian tolong saat ini, maka mereka (musuh) akan mencari dan mecoba membunuhku lagi. Dan aku tak mau terlalu banyak pertumpahan darah terjadi disini"

Lalu, Utsman bertemu Rasulullah di detik-detik ketika ia hendak wafat.
Rasulullah berkata : "Wahai Utsman, engkau ingin berbuka di surga atau di dunia?"
Utsman : "Di surga ya Rasul"

Utsman, lelaki yang membuat malaikat malu terhadapnya ini, Allah panggil dirinya berbuka di surga.

Berbuka di surga? :')
Belajar dari Utsman, layaknya Utsman, aku punya impian seperti ini. Kuharap kalian pun seperti itu.
Ayoo tancapkan azzam ini di hati kalian, berdo'a kepada Allah agar permintaan indah kalian ini di wujudkan.

Allahu Akbar !

Senin, 04 Februari 2013

Rindu.

Sebenarnya ada yang berkecamuk di dada ini, Entahlah.
Tiba-tiba hati ini merindui satu nama.
Rindu saat kita berkumpul.
Rindu saat kita pulang kehujanan.
Rindu saat ia susah payah membantuku mengedit sesuatu.
Rindu saat aku berkandang ke rumahnya dan melihat wajah polosnya yang masih tertidur.
Rindu saat kami skype.an hingga jam berdentang 12 kali.
Rindu saat ia memperlakukanku layaknya seorang kekasih.
Rindu saat melihat dirinya yang begitu ceria sedang bercerita.
Rindu saat melihat mulut manyun itu memohon kepadaku agar menemaninya membeli sop buah.
Dan rindu-rindu lainnya yang tak mudah dituang menjadi lautan kata.
2 tahun sudah kita bersama dan sudah terlalu banyak kenangan tertanam.
Lalu kini..
Tepat seminggu lalu, semua mendadak berubah.
Kebiasaan-kebiasaan kita sirna seketika.
Kita yang saat itu sedang makan bakso bersama dua teman kita yang lain dan aku duduk di depanmu, engkau tak ajak bicara.
Kita yang saat itu sedang mengambil motor bersama di tengah hujan lebat, engkau tinggalkan aku sendiri.
Sms darimu pun sangatlah pendek, singkat dan tanpa emotikon.
Padahal hal itulah yang selalu membuatku istemewa, diperlakukan layaknya kekasih olehmu.

Ku beranikan diri untuk bertanya, jawabanmu tetap sama.
Berkata bahwa aku tak berbuat salah, tapi aku merasa sikap engkau terhadapku yang berubah.
Ada yang lain yang kurasa.
Ya, HANYA AKU YANG MERASA.
Engkau tak merasa SAMA SEKALI bahwa sudah ada jarak membentang berkilo-kilo diantara kita.

Air mata ini sudah memenuhi rongga mata dan tinggal menunggu waktu agar ia keluar.

"Mungkin dia lagi strees mikirin uas, jadi bawaannya pengen marah"

tapi kudapati hanya diriku yang engkau perlakukan seperti ini.
Lalu...

"Mungkin engkau hanya berani dan puas jika melampiaskan kekesalan karena Uas itu padaku"

Ya sudah tidak apa-apa sayang. Kali ini aku akan coba memahami, sambil menyusun kembali puzzle persahabatan kita, berharap ia utuh kembali seperti sedia kala.

oh Tuhan, Rabbi wa Illahku, jaga kekokohan persahabatan kami. Engkau tau bahwa aku mencintainya hanya karena-Mu. Dan Engkaulah sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong.

dan pada akhirnya, air mata yang sudah seminggu tertahan ini membanjiri kerah baju depanku. Tepat setelah tulisan ini ku baca ulang, dan terbayanglah wajahmu memenuhi memor ingatanku. Maafkan aku yang cengeng ini :')

Kamis, 20 Desember 2012

Ketika seseorang sedang lemah Imanya ... :')

Bissmillah...

Lemah Iman, seringkali kita nisbatkan ia dengan kata 'futur'
Tapi pernah suatu kesempatan, saya bertanya tentang futur ini, dijawab oleh ustad ('afwan lupa namanya),
"Futur ini lebih kepada orang-orang yang beberapa kali meninggalkan shalat, namun jika hanya hati merasa cenderung lelah terhadap dakwah dan kepada nafsu, itu bukan termasuk futur, hanya Imannya sedang lemah"

Hmmm, lagi-lagi manusia ini bukan malaikat teman, Ia hanya seonggok daging yang membawa kotoran kemana-kemana, yang menjadikan ia mulia dihadapan Allah swt. hanya AKHLAKnya.
ya, HANYA AKHLAK nya. bukan rupawannya, kayanya, hartanya, atau keturunannya.

Sudah saya kaji ulang dan melakukan penelitian terhadap diri sendiri dan orang lain, bahwa lemahnya Iman ini sangat besar pengaruhnya dengan lingkungan.
Jangan kaget, ketika seorang akhwat berada di lingkungan ikhwah, kemudian ketika ia keluar ke dunia kerja, sifatnya, perilakunya, bahkan dari cara berpakaian dan berhijab sudah berbeda. Naudzubillahimin dzalik...

Disinilah faktor teman-teman yang sholeh-sholehah untuk tetap menjaga keimanannya, yang terus menyemangatinya, mengingatkannya ketika lupa, memberikannya pujian ketika ia berhasil mencapai sesuatu, dan selalu ada ketika dia membutuhkan... :)

Ketika seseorang sedang lemah Imannya, jangan salahkan dirinya. Lihat lingkungannya ! Jika memang lingkungannya yang membuat seperti itu, ajak dia, tarik dia ke lingkunganmu yang menguatkan Imannya kembali.
Ketika seseorang sedang lemah Imannya, sebagai sahabat yang baik, ingatkan dia perlahan. Saya tahu, kalian para sahabatlah yang tahu persis watak sahabat kalian masing-masing, apa yang tidak disukainya, bagaimana agar ia mudah diajak, dan lain sebagainya.

Dan pada akhirnya, kalian sahabat-sahabatku, yang saat ini mempunyai sahabat yang Imannya sedang lemah, yook transfer ghiroh mu, semangatmu. Ajak ia masuk ke lingkaran kecil tiap minggu itu lagi, ajak ia menghadiri majelis-majelis ilmu lagi, dan ketika ia sudah masuk dalam ajakanmu, maka tanyakan pada diri masing-masing, seberapa besar pahala yang mengalir atas dirimu :)

Semangat :D

Yang imannya sinyalnya jarang lemah, berikan deh semangat dakwahmu ke mereka. Jangan sampai membiarkan mereka yang imannya sedang lemah terbuai dengan kenikmatan (menurut dia) yg dia rasakan saat ini terjerembab masuk ke lembah hitam, kalau sudah begitu memang hanya Hidayah Allah swt. yang mampu menyelamatkan..

Jangan masuk surga sendirian yaa, ntar sepi lho disanaa :D

Alhamdulillah, semoga bermanfaat..

Sabtu, 17 November 2012

Aliran mana?

"Kemana mama dam?" tanyaku kepada adikku
"Adam tidak tau mbak, adam pulang mama sudah tidak ada dirumah"

Aku telepon mama,

"Mama dimana?"
"Mama lagi di toko X"
"Chandra titip baju ya, warnanya ungu terong, yang chandra tunjukkin ke mama kemarin"
"Gamis?"
"Boleh ma. Tapi kalau tidak ada gamis, baju atasan saja juga tidak apa-apa. Kalau beli baju atasan saja, bawahnya sampai atas lutut dikit ya ma"
"Iya, InsyaALLAH"

Tiiiiit, telepon mati. Hatiku tenang, akhirnya punya pasangan baju dan jilbab yang sama-sama ungu terong.

Alhamdulillah mama pulang. Setelah makan nasi goreng yang dibawa mama, langsung kubuka bungkusan bajunya. Betapa kagetnya aku ketika melihat bajunya ternyata ungu tua.

"Ma, kok ungu tua? Chandra kan tadi nitipnya ungu terong"
"Mana sini mama liat warnanya? Ini kan ungu terong"
"Bukan, ungunya kayak ungu muda, trus kemarin pas chandra tunjukki jilbabnya ke mama, kata mama itu ungu terong"
"Nyari baju ini aja udah setengah mati ndraa" timpal kakakku
"Mana bawa sini jilbabnya?"

Berlari ke kamar ambil jilbab ungu terong,

"Ini ma"
"Subahanallah ndraaaa, ini bukan jilbab tapi kain, kok lebar banget?"
"Tidak ma, ini jilbab. Baru chandra beli dari teman chandra beberapa hari yang lalu"
"Kamu ini ikut aliran apa sih? Mama jadi khawatir"
"Khawatir apanya? Ini beneran jilbab, bukan kain yang dipotong ma. Mama tenang saja"
"Coba pakai dulu, sepanjang apa"
"Iya, kamu pake ini mau nutupin dada, perut, atau mau sampai kaki?" tanya kakakku
"Sampai hatimu" Jawabku agak sebal.
"Mas nanya serius lho, kok jawabnya gitu"

Hening sejenak ....

"Sebenarnya kamu ikut aliran apa? Jangan-jangan ikut aliran Y ya, idul fitri dua hari sebelum idul fitri kita, padahal mereka tidak mau puasa itu" tanya kakakku, yaa beginilah kalau udah ngobrol dengan beliau semua kejadian dikeluarkannya.

(Nyimpang dikit dari ini tema. Mas.ku pernah bilang, hati-hati kalau ngomong Israel yang dihubung-hubungin dengan Amerika Serikat. Kalau kita ngomong AS, berarti semua orang yang ada di dalamnya? Right? Sedangkan disana ada saudara semuslim dengan kita lho. Berarti nuduh mereka juga? Padahal ya, perjuangan mereka untuk beribadah kepada Allah lebih besar daripada kita, mereka lebih tersembunyi. hmm, ini renungan bersama)

"Chandra ngikut aliran yang mas anut" jawabku ngeledek
"Memang apa yang mas anut?"
"Kok nanya chandra, kan yang nganut mas bara." (sambil ini bibir agak mewek, tanda kalau udah malas lagi buat ngomong)

---------------------------

Apa hikmahnya?

Kalau ada yang ngomong, "aku tidak mau berjilbab secara syar'i karena keluarga tidak merestui"
-> Kalau kalian ngomong gitu, MAKA AKU JAWAB, Akulah teman seperjuangan kalian, mbak-mbak diluar juga teman kalian. Keluargaku bukan dari notabane keluarga tarbiyah, sangat susah keluarga untuk menerima perubahanku saat 1 SMA semester 2 ini. Bukan soal gampang untuk meyakinkan mereka tentang jilbab syar'i ini. Tapi aku jadi ingat satu kalimat indah,

"Masalah itu ibarat tantangan. Dan setiap tantangan diibaratkan anak tangga atau tingkatan kelas. Jika kamu masih di tangga ke-1 dan kamu belum sanggup melewatinya, maka selamanya kamu bakal ada disitu. Maka dari itu, bergeraklah !!!"

Aku merenung. Tak mungkinlah aku harus ditangga ini terus. Aku lewati dan alhamdulillah berhasil meskipun tersisa serpihan-serpihan masalah di tangga sebelumnya. :)
Kalian tau? Sekarang keluargaku lah yang menjadi pelindung utama atau pemberi peringatan ketika ada orang asing masuk.

"Mbak ada tamu, pakai jilbabnya" kata adikku
"Ndra, ada Om di kamar Adam, hati-hati" kata mama
"Ndra, kamu masuk kamar dulu, om.nya mau masuk ke rumah" kata kakakku

Menyenangkan? Jelas, aku merasa terlindungi :')

Kalau ada yang ngomong, "aku ingin jilbabin hati dulu deh"
-> Kalau kalian ngomong gitu, MAKA AKU JAWAB, Akulah teman seperjuangan kalian, mbak-mbak diluar juga teman kalian. Kenapa? Kami semua merasakannya. Kami yang berjilbab syar'i bukanlah manusia yang sempurna. Catat ya, BUKAN. Karena kami merasa tak sempurna, untuk itu kami tutup tubuh kami dengan pakaian dan jilbab yang syar'i. Ukhti, sudah jelas lho perintah ALLAH di An-Nur : 31 dan Al-Ahzab : 59 :)
Kami bukan manusia sempurna, trus tidak pakai jilbab dan pakaian yang syar'i? Nah lhoo, beban yang bertambah kan. Yuuk, jilbabin diri dulu deh, baru belajar jilbabin hati. -Memang bisa?- Bisaa dong. -Mau bukti !- Aku dan seluruh akhwat di dunia ini yang jadi bukti :)

Alhamdulillah, semoga bermanfaat ya.. :)

Rabu, 14 November 2012

Aku Jatuh Cinta ...

Bissmillahirrahmanirrahim..

Jam menunjukkan pukul 09.30, ooh tidak aku telat setengah jam. Saat itu aku ada janji dengan seorang mbak yang baru aku kenal di masjid kampus. Aku menunggu diluar BEMI, karena memang mbak itu janji ingn bertemu disitu.
Lalu aku teringat sesuatu, "Siapa nama mbak itu" ?
Aku pun tertawa kecil ketika aku lupa menanyai nama mbak itu.
Dan lebih lucu lagi kalau aku ngetok pintu BEMI, dan bilang
"Mau cari mbak yang nyari ana mbak?" ATAU "Mbak kenal mbak yang perawakan begini dan begitu"Segera aku buang ide aneh itu, haha.

Aku jadi teringat percakapan kami kemari,

Mbak M : ooh ini namanya chandra?
Aku : Iya mbak, memangnya ada apa?
Mbak M : Kemarin mbak I nitipn kamu ke mbak
Aku : (aku tersenyum, aaah mbak I baik sekali) ooh mbak I, iya hehe. :)
Mbak M : besok bisa kita ketemu?
Aku : Dimana mbak?
Mbak M : di BEMI dek, adek bisa jam berapa?
Aku : Jam 9 ke atas mbak, Insyaallah.
Mbak M : Oke deh dek, Insyaallah jam 9 di BEMI.
Aku : Sipp mbak (sambil sedikit nyengeh)

Aku pun mengambil keputusan untuk menelpon mbak I, menanyai tentang mbak siapakah itu?
Aku menelepon mbak I dan beliau segera datang.

Alhamdulillah ternyata mbak I kenal dengan mbak itu.

Tak lama kemudian, datanglah mbak M, bersalaman + cipika cipiki, sudah menjadi 'kegiatan' yang dilakukan setiap hari, entah sudah berapa kali pipi ini bertempelan dengan akhwat yang lain :D

DI BEMI.

Mbak I : Aduuh M, kok baru dateng? Kasian nih adek mbak nunggu lama..
Mbak M : 'afwan mbak, ana baru ingat ada janji dengan chandra....
Mbak M : langsung aja ya dek, mbak manggil adek ke sini sebenarnya ada yang mau mbak 
                   tanyakan.
Aku : Apa mba?

percakapan yang cukup panjang, tapi intinya adalah ..

Mbak M : mbak ingin adek masuk UKMK For***a, mbak ingin disana ada orang ikhwah juga.
Aku : (mikir panjang) tapi mbak, chandra sudah sibuk (cieileh :p) di KA*** dan *D* , ini baru semester 1, chandra sudah banyak kegiatan sana sini mba, mama dirumah udah mulai was was, tiap minggu 4x pulang malem terus.
Mbak M : tapi dek, di KA*** dan *D* kan sudah banyak ikhwah kita. Adek kan hobinya baca, disalurin dong bakatnya..

dan akhirnya mbak I angkat bicara.

Mbak I : deeek M, jangan tempatin chandra dimana-mana !
mbak M : kenapa mbak?
mbak I : dia udah fokus dakwah ke sekolah
mbak M : Oh iya mbak. Memang mungkin jalan dia di situ

Aku kaget sekali, aku hampir saja lupa tentang dakwah sekolah. Aku memang sudah di "cup" oleh mbak I untuk tetap fokus ke dakwah ke sekolah.

Sempat aku berpikir, 'akankah aku harus kembali ke sekolah lagi? Bukankah lebih 'enak' dan 'keren' ketika kita ditempatkan suatu organsasi di kampus?'

Aku buang-buang jauh-jauh pikiran itu, karena mungkin aku sudah jatuh cinta.

Aku dulu berpikir akan ku kemanakan energi cinta itu?
Aku sudah temukan jawabannya, KE SAHABAT-SAHABATKU.

Dan energi cinta yang kurasakan saat ini?
Sekarang aku tau, yaa UNTUK DAKWAH.

Itulah pemikiran yang melintas ba'da shalat maghrib tadi.

Mungkin aku sudah jatuh cinta, untuk dakwah ini. untuk sekolahku, untuk rohis sman.ku.
Dan inilah penyaluran energi cinta yang positif menurutku.
Pemikiran yang datang tiba-tiba, yang aku yakin ini berasal dari Allah :)

Aku benar-benar bahagia bisa bertemu orang-orang super semasa SMA.
Dari mbak I, Heztri, Ichwa, anak-anak rohis yang lain.

yang entah kalau aku ingat betapa cahaya Hidayah ALLAH itu datang kepadaku, aku menangis :')
Indaaah sekali, inilah yang dikatakan Imam Al-Ghazali mengenai Teori Intuisionsme, bahwa kebenaran itu datang langsung menghujam hati dan dirasa sangatlah indah, karena ia datang dari Maha Kuasa, Maha Segala-galanya.

Allah, Tuhanku yang baik, aku ingin Kau tetap cintakan ku pada dakwah ini :)